Selasa, 17 Februari 2009

Demokrasi Amerika jauh di Belakang Indonesia

Obama sempat mencuri perhatian masyarakat dan media dunia. Seorang kulit hitam yang berusaha keras menjadi calon Presiden negara adidaya, Amerika Serikat. Obama menarik perhatian dunia hanya karena dia sedikit ”berbau” islam dan warna kulitnya yang hitam, tak ada yang lebih, kalau kesehariannya hampir sama dengan penganut Kristen taat versi demokrat yang plural dan terbuka. Semboyannya ”berubah” (change) menjadi ikon disetiap kampanyenya.

Bagi media dunia seandainya Obama benar-benar menjadi Presiden Amerika, maka dia akan tercatat sebagai presiden kulit hitam Amerika yang pertama sepanjang sejarah negara yang mengklaim sebagai penggagas model demokrasi tersebut. Amerika masih rasis, percaya atau tidak banyak orang kulit putih yang sangat benci dengan Obama, itu juga mungkin yang membuat banyak orang kulit putih yang bersimpati kepadanya sama seperti di Indonesia saat Bu Mega dizalimi Pak Harto dan SBY saat terkesan dizalimi oleh Bu Mega, yang menang adalah yang terkesan dizalimi dan Obama berhasil menarik simpati masyarakat dunia dan Amerika tentunya.

Dan Indonesia adalah salah satu negara yang terkena demam Obama, hanya karena Obama pernah tinggal beberapa tahun di Menteng Raya, Jakarta Pusat, tidak lebih dari itu.

Wajah demokrasi baru Amerika ini menarik untuk dibandingkan dengan negara Indonesia. Sebagai negara pemeluk Islam terbesar di dunia yang masih memiliki citra islam kelompok radikal (meski sebagian kecil), justru Indonesia sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam demokratisasi. Amerika sebagai pengusung demokrasi (katanya, klaimnya) untuk negara-negara berkembang justru jauh kita tinggalkan dibelakang.

Bagaimana tidak? Saat orang Amerika masih sibuk dengan sikap rasisnya, Indonesia sudah jauh meninggalkan budaya primordialnya dengan mengedepankan semboyan ”Bhineka Tunggal Ika”, walaupun berbeda kita tetap satu juga. Memang Indonesia pernah dijajah oleh bangsannya sendiri, yakni pada zaman orde baru, namun menurut saya justru orde baru dengan sikap kerasnya itu mampu menjadi keadaan negara dalam keadaan kondusif dan mampu memberikan efek shok teraphi kepada kelompok separatis yang ingin lepas dari bingkai NKRI, kalau keburukannya ya pasti lebih banyak lagi.

Memang secara de facto dan de jure Indonesia lahir 1945, tapi secara demokrasi Indonesia baru lahir 1998 pasca reformasi yang dikomandoi oleh salah satu putra terbaik bangsa, Amien Rais.

Oke kita kembali ke topik awal. Mungkin bagi orang Indonesia yang baru merdeka 10 tahun sejak 1998 ini presiden kulit hitam dan sedikit berbau islam di Amerika itu bukanlah hal yang bisa menghebohkan. Sekali lagi saya katakan bahwa demokrasi Amerika jauh dibelakang kita, saat Amerika baru heboh tentang presiden rasisnya kita sudah melewati 2 presiden yang tak lazim dinegara Indonesia dan dunia yang mayoritas islam ini, Gus Dur dan Bu Mega.

KH. Abdurrahman Wahid adalah presiden pertama Indonesia (mungkin sekaligus dunia) yang kondisi fisiknya tak sesempurna presiden di negara lain, apalagi Amerika dan Ibu Megawati Soekarno Putri juga menjadi presiden pertama yang berasal dari kelompok perempuan di negara yang sensitif gendernya masih jauh wajar. Amerika berbeda warna saja sudah heboh dan seolah-olah akan menjadi Super Hero penyelamat ekonomi Amerika dan dunia. Saya kira cocoklah kalau kita nobatkan Indonesia sebagai negara yang sangat demokrasi di dunia ini.

Pemilunya yang pertama 1999 dan 2004 pasca reformasi semunya berhasil dengan mulus tanpa ada konflik yang berarti. Indonesia menerapkan one man one vote, Amerika tidak, mereka menggunakan model suara diwakilkan, gak tau apakah mereka pernah menerapkan model one man one vote itu (mungkin bacaan saya belum banyak tentang sejarah pemilu di Amerika) yang jelas Indonesia yang jumlah pemeluk Islamnya terbesar dan kelompok budayanya terbanyak dari Amerika ini telah berhasil menerapkan demokrasi secara apik dan bijaksana sesuai dengan kebutuhan rakyat Indonesia.

Selamat bagi Indonesia ...........

1 komentar: