Rabu, 18 Februari 2009

Guru sebagai mitra ipm di sekolah

Selama kita berjuang di Ikatan Pelajar Muhamamdiyah (IPM), banyak keluhan yang kita terima terutama dari teman-teman di ranting sekolah. Mereka merasa sendirian berjuang, kasusnya macam – macam, ada karena kepala sekolah tidak mendukunglah, guru juga tidak apresiatif terhadap gerakan ipm-lah atau ada juga yang mengeluh karena Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (dikdasmen) yang seharusnya menjadi mitra ipm agar ipm eksis di sekolah justru ikut andil menggerus pengaruh ipm di sekolah.

Saat saya masih duduk di bangku SMA, saya pernah diajarkan oleh guru Bahasa dan Sastra Indonesia saya tentang metode penelitian. Walapun masih sangat sederhana bentuknya (tidak seserius dikuliahan dan hanya sebagai pengenalan awal saja) tapi dengan memahami metode penelitian ini kita bisa sedikit paham dan memilki cara baru untuk menyelesaikan masalah. Yang saya ingat saat SMA dulu adalah untuk meneliti sebuah masalah, kita juga harus menginventarisir stake holder (pihak-pihak terkait) yang mempengaruhi masalah kita tersebut.

Saya pernah meneliti kenapa kepemimpinan OSIS di sekolah tidak memilki pengakuan yang kuat di sekolah oleh siswa-siswanya. Secara sederhana saya memaparkan pihak-pihak yang mempengaruhi OSIS seperti kepala sekolah, pembantu kepala sekolah bagian kesiswaan, guru pembina OSIS, guru-guru di sekolah, siswa-siswa di sekolah dan wali murid, stake holder diatas saya ambil dari lingkungan warga sekolah saja. Hasil penelitian saya menyimpulkan bahwa stake holder yang ada banyak yang tidak mendukung kegiatan dan aktivitas OSIS, misalnya guru yang tidak suka dengan pengurus OSIS yang sebentar-sebentar ada rapat atau ada pengumuman di kelas sehingga jam pelajarannya terganggu, siswa lainnya yang lebih mementingkan kegiatan komunitas non-formalnya (geng-nya) dibandingkan ikut berpartisipasi di kegiatan OSIS (karena kegiatan OSIS dianggap tidak menarik dan monoton) dan masih banyak stake holder lain yang tidak mendukung kegiatan OSIS ini, sehingga menurut saya saat itu wajar saja kalau OSIS tidak diakui oleh warga sekolahnya.

Pada tahun 2007 awal bidang pengkajian ilmu pengetahuan Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah (PP IRM 2006-2008) yang dikomandoi oleh Irmawan David Efendi pernah mengadakan Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainer) untuk guru pendamping media sekolah se-Kota Yogyakarta. Pesertanya yang mereka undang adalah guru-guru Muhammadiyah se-Kota Yogyakarta, kegiatannya diadakan di kampus SMP Muhammadiyah 7 Kota Gede Yogyakarta.

Walaupun pelatihannya sederhana tapi efek dari pelatihan ini luar biasa. Selama ini justru guru sangat jarang (atau bahkan tidak pernah) mendapatkan pelatihan untuk menambah kapasitas pribadi yang dapat menunjang aktivitasnya sebagai tenaga pendidik. Kalaupun ada model pelatihannya juga monoton dan tidak partisipatif sehingga pasca pelatihan tidak ada follow up dan capaian yang berarti.

Kegiatan TOT pendamping media di sekolah ini berhasil memfasilitasi guru Muhammadiyah untuk minimal melek media dan melek dengan aktivitas ipm di sekolahnya masing-masing. Akhirnya aktivitas ipm secara tidak langsung juga didukung penuh oleh guru-guru alumni pelatihan tersebut (coba seandianya kegiatan serupa diadakan di semua level pimpinan daerah se-indonesia, pasti hasilnya luar biasa).

Jika judul diatas bener-benar bisa terjadi insya allah gerakan IPM di sekolah bisa eksis dengan dukungan berbagai pihak. Tidak mesti dengan pelatihan untuk guru saja, kita sebagai pimpinan IPM juga bisa sekedar silaturahmi ke rumah guru – guru atau mungkin juga kepala sekolah, intinya adalah membangun komunikasi kepada semua pihak.

Semoga sukses dalam mengkomunikasikan ipm ke semua stake holder ………


Dari :
Abdul Rahman Syahputra Batubara
Sekretaris Umum PR IRM Ranting Lubuk Pakam Pekan
Periode 2001-2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar