Jumat, 23 Januari 2009

Budaya Base on Data

Budaya Base on Data


Budaya organisasi saat ini mulai bergeser ke arah yang positif. Kalau sebuah event organizer (EO) biasanya akan mengadakan survei kecil-kecilan dulu kalau mau ngadaian event, mula-mula mereka akan menentukan segmen event dan event apa , jika acaranya musik kira-kira mereka akan menanyakan jenis musik dan siapa nama grup musik yang paling favorit, dan ditambah lagi dengan pertanyaan apakah mereka akan hadir jika EO tersebut jadi mengundang grup musik favorit mereka tadi itu. Nah, dari data ini, EO bisa meminimal resiko. Kalaupun meleset gak jauh-jauh amatlah.

Budaya buat event dengan dasar data di lapangan ini sebenarnya sudah lama ”dikerjakan” oleh kelompok akademik. Tapi, tetap saja budaya ini belum membumi. Saat Amerika heboh dengan model polling-nya sejak puluhan tahun yang lalu, Indonesia baru meyakini benar kehebatan polling pada pemilu 2004. Lembaga survei periode awal di Indonesia yang independen mulai menorehkan tinta emas di berbagai media massa, walaupun ada yang tidak independen -bedasarkan pesanan- itu hal yang lumrah, tapi media tetap bisa memilah dan memilih lembaga survei mana yang mereka anggap objektif dan memiliki kredibilitas dan metode yang sesuai dengan kondisi lokal Indonesia.

Di jogja misalnya, budaya meneliti masalah sosial ini sudah sangat lama -mungkin karena banyak kampus sebagai konsekuensi kota pelajar-. Adalah Iip Wijayanto seorang peneliti masalah sosial, pernah meneliti dan mempublikasikan penelitiannya tersebut, bahwa lebih dari 90% mahasiswi Jogja tidak perawan lagi. Dari data ini dia mengulas bahwa budaya ”free sex” sudah merambah sampai ke kota budaya dan tepelajar ini. Walau sempat heboh, pemerintah Jogja juga mengklarifikasi dan berusaha mencegahnya dengan banyak cara, salah satunya dengan mewajibkan induk semang -bapak/ibu kos- dan kos putra/ putri dipisah. Hasilnya lumayan, wacana dari Iip Wijayanto sudah tidak atau sangat jarang diangkat lagi. Ini juga karena kerjasama dan kerja keras ormas, OKP dan masyarakat Jogja.

Begitu juga dengan ormas –organisasi masyarakat- dan OKP –organsasi kepemudaan-, jika ingin visi, misi dan programnya tepat sasaran, mereka juga harus mulai menggunakan budaya penelitian. Penelitian ini bisa memberikan data real tentang sukses dan tidaknya sebuah program kerja, penelitian juga sebagai kontrol apakah program kerja kita sesuai dengan sasaran dan tujuan awal yang berkorelasi dengan visi misi organsiasi kita. Dengan penelitian, biaya, tenaga dan waktu bisa sangat efektif. Dengan budaya ini kita sangat bisa dan percaya diri mempublikasikan program-program kita yang sudah tepat sasaran dan mampu menyelesaikan masalah sosial yang ada.

Selamat mencoba meneliti ....
hari gini ngomong gak pakai base on data malu ah .......

oleh Abdul Rahman Syahputra Batubara
Kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah ranting Lubuk Pakam Pekan
Kabupaten Deli Serdang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar